Saya dan keluarga mengucapkan SELAMAT TAHUN BARU 1430 HIJRIYAH DAN TAHUN BARU 2009 MASEHI. Semoga tahun ini dipenuhi dengan rahmat dan hidayah-Nya. Kita berharap menjadi tahun yang penuh cinta kasih. Pertikainan dan peperangan yang hari ini mendera Palestina bisa segera diakhiri.
Saya mengucakan terima kasih kepada semua pengunjung blog sederhana ini. Tentu saja blog ini belum bisa memberi kepuasan kepada semua pengunjung, karena memang saya buat dengan segala keterbatasan. Walaupun begitu saya masih akan terus belajar dan berusaha memperbaiki sedikit demi sedikit sesuai kemampuan. Karena itu saran atau kritik akan sangat berharga bagi saya apabila Anda sudi meninggalkannya di buku tamu atau di kotak komentar yang saya sediakan pada setiap posting.
Mengenai Saya
Rabu, 31 Desember 2008
Senin, 22 Desember 2008
Profil Juara II Lomba Posyandu Gerbangmas Kabupaten Lumajang
Poyandu adalah UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) terpenting dalam penyelenggaraan desa siaga. Lebih-lebih di Kabupaten Lumajang, karena posyandu menjadi basis Gerbangmas (Gerakan Membangun Masyarakat Sehat). Posyandu gerbangmas adalah posyandu plus yang menjadi wahana pemberdayaan masyarakat dengan bidang kegiatan tidak melulu kesehatan tetapi juga KB, kewanitaan, lingkungan hidup, sosial, ekonomi, keagamaan dan lain-lain. Karena itu posyandu tidak hanya menjadi binaan puskesmas, tetapi juga semua sektor terkait di bawah koordinasi camat.
Label:
CLTS,
desa siaga,
gerbangmas,
lumajang,
pemberdayaan,
posyandu,
PSN-DBD,
puskesmas,
UKBM
Minggu, 21 Desember 2008
Kata Bijak yang Tidak Bijaksana 2
Kata Bijak 2: Rokok tidak mengurangi umur karena hanya Allah yang menentukan umur setiap manusia. Ngapain takut merokok?
Kalau kata rokok diganti kata racun maka kalimat di atas menjadi: Racun tidak mengurangi umur karena hanya Allah yang menentukan umur manusia, bukan racun. Ngapain takut racun? Tapi..... coba siapa yang berani minum racun sekarang, kecuali memang mau bunuh diri.
Sabtu, 20 Desember 2008
Bakti Sosial Donor Darah
Rabu tanggal 17 Desember 2008 telah dilaksanakan kegiatan donor darah bertempat di SD Senduro 1. Kegiatan dilaksanakan atas kerja sama PMI Ranting Senduro, PGRI dan dengan panitia hari jadi Lumajang. Donor darah yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan ulang tahun Lumajang ini diikuti tidak kurang dari 60 donor. Mereka terdiri dari anggota Korpri, Darma Wanita dan PKK Kecamatan Senduro yang telah dinyatakan memenuhi syarat donor darah.
Adapun syarat menjadi donor darah sebagaimana ditetapkan oleh PMI adalah sebagai berikut:
- Umur 17 - 60 tahun
- Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
- Tekanan darah baik ,yaitu:
* Sistole = 110 - 160 mm Hg
* Diastole = 70 - 100 mm Hg
- Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
- Hemoglobin:
* Wanita minimal = 12 gr %
* Pria minimal = 12,5 gr %
Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Seseorang tidak boleh (kotra indikasi) menjadi donor darah pada keadaan:
- Pernah menderita hepatitis B
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah mendapat transfusi
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga
- Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
- Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil
- Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar
- Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis
- Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
- Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic
- Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
- Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
- Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
- Sedang menyusui
- Ketergantungan obat.
- Alkoholisme akut dan kronik.
- Sifilis
- Menderita tuberkulosa secara klinis.
- Menderita epilepsi dan sering kejang.
- Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
- Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
- Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril)
- Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
Adapun syarat menjadi donor darah sebagaimana ditetapkan oleh PMI adalah sebagai berikut:
- Umur 17 - 60 tahun
- Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
- Tekanan darah baik ,yaitu:
* Sistole = 110 - 160 mm Hg
* Diastole = 70 - 100 mm Hg
- Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
- Hemoglobin:
* Wanita minimal = 12 gr %
* Pria minimal = 12,5 gr %
Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.
Seseorang tidak boleh (kotra indikasi) menjadi donor darah pada keadaan:
- Pernah menderita hepatitis B
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah mendapat transfusi
- Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga
- Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
- Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil
- Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar
- Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus dipteria atau profilaksis
- Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles, tetanus toxin.
- Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic
- Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
- Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
- Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
- Sedang menyusui
- Ketergantungan obat.
- Alkoholisme akut dan kronik.
- Sifilis
- Menderita tuberkulosa secara klinis.
- Menderita epilepsi dan sering kejang.
- Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.
- Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya, defisiensi G6PD, thalasemia, polibetemiavera.
- Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi untuk mendapatkan HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, pemakai jarum suntik tidak steril)
- Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
Jumat, 19 Desember 2008
Kata Bijak yang Tidak Bijaksana 1
Kata Bijak 1: Jangan takut banyak anak karena takut miskin karena setiap anak yang lahir sudah disediakan rejekinya.
Komentar: Sebuah kalimat yang sangat bijak, tidak salah dan sebagai ummat beragama saya percaya itu benar. Kalimat ini masih sering saya dengar dan bahkan dari pejabat yang berpengaruh bagi orang banyak. Saya tidak hendak mempersoalkan kebenaran dalil di atas. Cuma berhati-hatilah mengimplementasikan dalam kehidupan sosial kita. Bisa jadi kita tidak bijaksana menggunakan dalil tersebut. Dan saya hanya akan menyorot aspek sosialnya saja.
Saya pernah dengar dari seorang guru agama kalau udara yang kita hirup setiap hari adalah rejeki bagi kita, tanah yang kita injakpun adalah rejeki yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Jadi begitu kita lahir dan bernafas maka jelas kita langsung mendapat rejeki yang namanya udara. Kemudian dibaringkan di atas tempat tidur bayi, maka tempat itu dan tanah di bawahnya adalah rejeki bagi sibayi. Ketika kehausan dia mendapat ASI yang bergizi tinggi sebagai rejeki juga. Dan seterusnya setelah bayi bisa melihat dia akan memandang figur seorang ayah. Rejeki juga kan? Pendek kata, begitu lahir sudah pasti mendapat rejeki tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Pemurah.
Sikap beberapa orang yang bahkan mungkin sikap beberapa pejabat yang terlanjur banyak anak sebagaimana judul artikel sepertinya sangat bijaksana. Tapi coba kita lihat kenyataannya di luar sana, begitu banyak orang yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit bersalin, tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi bayi yang dilahirkannya. Kita sering menemukan kasus gizi buruk karena orang tuanya tidak mampu memberi makan yang layak atau setidaknya mereka tidak mampu ilmunya dalam merawat anak.
Ketika tidak mampu membayar rumah sakit mungkin keluarga tersebut bisa mengurus surat keterangan miskin. Maka keluarlah ibu dan bayinya dari rumah sakit dengan gratis. Itu rejeki bukan? Untuk makan sehari-hari mungkin mendapat bantuan dari BLT. Itu juga rejeki. Kalau masih kurang juga dan jatuh ke kurang gizi maka puskesmas akan turun tangan menyantuninya dengan PMT pemulihan senilai 4 ribu rupiah perhari sampai sembuh dari gizi buruknya. Lagi-lagi dia talah mendapat rejeki.
Kata saya: Jadi kita tidak takut tidak kebagian rejeki Allah. Rejeki Allah tak terhingga. Tapi kita takut kalau rejeki kita masih harus melalui surat keterangan miskin. Kita takut kalau rejeki kita masih lewat meminta-minta kepada para dermawan. Kita takut tidak mampu menafkahi mereka dari hasil kerja kita sehingga menjadi beban negara dan masyarakat. Kita tidak takut tidak makan tapi kita takut tidak mampu memberi pendidikan yang baik bagi anak-anak kita.
Mungkin contoh-contoh tadi terlalu ekstrim. Memang tidak selalu setragis itu. Tapi tidak bisa kita pungkiri bahwa mengasuh anak butuh biaya, ilmu dan waktu yang banyak. Biaya sekolah sangat mahal sedang persaingan kehidupan makin keras. Pertumbuhan lowongan kerja tidak sebanding dengan pertambahan anak manusia yang membutuhkannya. Jadi perencanaan keluarga masih tetap relevan sehingga kita tidak meninggalkan generasi yang lemah. Bagaimana pendapat Anda?
Komentar: Sebuah kalimat yang sangat bijak, tidak salah dan sebagai ummat beragama saya percaya itu benar. Kalimat ini masih sering saya dengar dan bahkan dari pejabat yang berpengaruh bagi orang banyak. Saya tidak hendak mempersoalkan kebenaran dalil di atas. Cuma berhati-hatilah mengimplementasikan dalam kehidupan sosial kita. Bisa jadi kita tidak bijaksana menggunakan dalil tersebut. Dan saya hanya akan menyorot aspek sosialnya saja.
Saya pernah dengar dari seorang guru agama kalau udara yang kita hirup setiap hari adalah rejeki bagi kita, tanah yang kita injakpun adalah rejeki yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Jadi begitu kita lahir dan bernafas maka jelas kita langsung mendapat rejeki yang namanya udara. Kemudian dibaringkan di atas tempat tidur bayi, maka tempat itu dan tanah di bawahnya adalah rejeki bagi sibayi. Ketika kehausan dia mendapat ASI yang bergizi tinggi sebagai rejeki juga. Dan seterusnya setelah bayi bisa melihat dia akan memandang figur seorang ayah. Rejeki juga kan? Pendek kata, begitu lahir sudah pasti mendapat rejeki tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Pemurah.
Sikap beberapa orang yang bahkan mungkin sikap beberapa pejabat yang terlanjur banyak anak sebagaimana judul artikel sepertinya sangat bijaksana. Tapi coba kita lihat kenyataannya di luar sana, begitu banyak orang yang tidak mampu membayar biaya rumah sakit bersalin, tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi bagi bayi yang dilahirkannya. Kita sering menemukan kasus gizi buruk karena orang tuanya tidak mampu memberi makan yang layak atau setidaknya mereka tidak mampu ilmunya dalam merawat anak.
Ketika tidak mampu membayar rumah sakit mungkin keluarga tersebut bisa mengurus surat keterangan miskin. Maka keluarlah ibu dan bayinya dari rumah sakit dengan gratis. Itu rejeki bukan? Untuk makan sehari-hari mungkin mendapat bantuan dari BLT. Itu juga rejeki. Kalau masih kurang juga dan jatuh ke kurang gizi maka puskesmas akan turun tangan menyantuninya dengan PMT pemulihan senilai 4 ribu rupiah perhari sampai sembuh dari gizi buruknya. Lagi-lagi dia talah mendapat rejeki.
Kata saya: Jadi kita tidak takut tidak kebagian rejeki Allah. Rejeki Allah tak terhingga. Tapi kita takut kalau rejeki kita masih harus melalui surat keterangan miskin. Kita takut kalau rejeki kita masih lewat meminta-minta kepada para dermawan. Kita takut tidak mampu menafkahi mereka dari hasil kerja kita sehingga menjadi beban negara dan masyarakat. Kita tidak takut tidak makan tapi kita takut tidak mampu memberi pendidikan yang baik bagi anak-anak kita.
Mungkin contoh-contoh tadi terlalu ekstrim. Memang tidak selalu setragis itu. Tapi tidak bisa kita pungkiri bahwa mengasuh anak butuh biaya, ilmu dan waktu yang banyak. Biaya sekolah sangat mahal sedang persaingan kehidupan makin keras. Pertumbuhan lowongan kerja tidak sebanding dengan pertambahan anak manusia yang membutuhkannya. Jadi perencanaan keluarga masih tetap relevan sehingga kita tidak meninggalkan generasi yang lemah. Bagaimana pendapat Anda?
Selasa, 16 Desember 2008
Bisakah Program ARU (anak remaja dan usila) Lebih Menarik?
Pada artikel Rakor kesehatan Lansia Prop Jatim yang lalu telah saya singgung ada kesan bahwa program kesehatan lansia dan program ARU (anak remaja dan usia lanjut) lainnya ternyata kurang mendapat perhatian dari sebagian pemangku jabatan. Menurut sebagian kasi ARU yang hadir, program ARU sulit menerima kucuran dana sehingga program berjalan tanpa greget yang semestinya. Dan pemberdayaan masyarakat dalam hal ini remaja dan usia lanjut tidak maksimal.
Minggu, 14 Desember 2008
Sekilas Puskesmas Santun Lansia
Puskesmas santun lansia adalah puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada pra lansia dan lansia yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang lebih menekankan unsur proaktif, kemudahan proses pelayanan, santun, sesuai standar pelayanan dan kerja sama dengan unsur lintas sektor. Dengan demikian maka program lansia tidak terbatas pada pelayanan kesehatan di klinik saja, tetapi juga pelayanan kesehatan luar gedung dan pemberdayaan masyarakat.
Bentuk kesantunan pada lansia misalnya:
1. Melayani lansia dengan senyum, ramah, sabar dan menghargai sebagai orang tua
2. Pelayanan rawat jalan gratis bagi lansia (usia 60 tahun ke atas)
3. Proaktif dan responsif terhadap permasalahan kesehatan lansia
4. Kemudahan akses layanan bagi lansia baik prosedur layanan maupun fasilitasnya.
Jasa layanan yang bisa diberikan:
1. Pelayanan kesehatan One stop service di ruang tersendiri
2. Konseling lansia
3. Posyandu lansia
4. Pembinaan melalui karang werda
5. Pembinaan melalui forum karang werda kecamatan
6. Pelayanan melalui panti wreda
7. Kunjungan rumah
8. Membuat event tertentu seperti talk show, lomba senam lansia, jalan sehat dll.
Pelayanan one stop service adalah pelayanan kepada lansia mulai dari pendaftaran sampai mendapat obat dilaksanakan satu paket di satu ruang. Dengan begitu lansia tidak perlu berpindah tempat dan antre lagi untuk pelayanan lainnya dalam puskesmas.
1. Pendaftaran
2. Pemeriksaan klinis
3. pemeriksaan laboratorium bila perlu
4. Konseling
5. Pemberian obat
Bila tidak ada ruang khusus maka lansia dilayani di poli umum tetapi pelayanannya didahulukan.
Kemudahan akses:
1. Ada alur pelayanan lansia yang jelas dan mudah
2. Mendahulukan lansia dari pasien umum
3. Trap atau tangga tidak terlalu curam
4. Disediakan jamban / WC duduk sehingga lansia tidak perlu jongkok
5. Pegangan rambat pada tangga dan WC
Sasaran program:
1. Lansia (umur 60 tahun keatas)
2. Pralansia ( umur 45 – 60 tahun)
3. Keluarga lansia, masyarakat, serta lembaga masyarakat dan pemerintah untuk lingkungan kondusif bagi pemberdayaan lansia
Dasar hukum:
1. Undang-Undang RI No 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Lansia
2. Undang-undang RI No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
3. Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 2004 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
4. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No 5 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan Lansia
5. Peraturan Gubernur Propinsi Jawa Timur No 6 Tahun2008 mengenai Kesejahteraan Lanjut Usia.
6. Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 65 Tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan Karang werda di propinsi daerah Tingkat I Jawa Timur
Related post:
1. Rakor Kesehatan Lansia Jawa Timur
2. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
3. Lomba Senam Diabetes untuk Lansia
Bentuk kesantunan pada lansia misalnya:
1. Melayani lansia dengan senyum, ramah, sabar dan menghargai sebagai orang tua
2. Pelayanan rawat jalan gratis bagi lansia (usia 60 tahun ke atas)
3. Proaktif dan responsif terhadap permasalahan kesehatan lansia
4. Kemudahan akses layanan bagi lansia baik prosedur layanan maupun fasilitasnya.
Jasa layanan yang bisa diberikan:
1. Pelayanan kesehatan One stop service di ruang tersendiri
2. Konseling lansia
3. Posyandu lansia
4. Pembinaan melalui karang werda
5. Pembinaan melalui forum karang werda kecamatan
6. Pelayanan melalui panti wreda
7. Kunjungan rumah
8. Membuat event tertentu seperti talk show, lomba senam lansia, jalan sehat dll.
Pelayanan one stop service adalah pelayanan kepada lansia mulai dari pendaftaran sampai mendapat obat dilaksanakan satu paket di satu ruang. Dengan begitu lansia tidak perlu berpindah tempat dan antre lagi untuk pelayanan lainnya dalam puskesmas.
1. Pendaftaran
2. Pemeriksaan klinis
3. pemeriksaan laboratorium bila perlu
4. Konseling
5. Pemberian obat
Bila tidak ada ruang khusus maka lansia dilayani di poli umum tetapi pelayanannya didahulukan.
Kemudahan akses:
1. Ada alur pelayanan lansia yang jelas dan mudah
2. Mendahulukan lansia dari pasien umum
3. Trap atau tangga tidak terlalu curam
4. Disediakan jamban / WC duduk sehingga lansia tidak perlu jongkok
5. Pegangan rambat pada tangga dan WC
Sasaran program:
1. Lansia (umur 60 tahun keatas)
2. Pralansia ( umur 45 – 60 tahun)
3. Keluarga lansia, masyarakat, serta lembaga masyarakat dan pemerintah untuk lingkungan kondusif bagi pemberdayaan lansia
Dasar hukum:
1. Undang-Undang RI No 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Lansia
2. Undang-undang RI No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
3. Peraturan Pemerintah RI No 43 tahun 2004 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut
4. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No 5 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan Lansia
5. Peraturan Gubernur Propinsi Jawa Timur No 6 Tahun2008 mengenai Kesejahteraan Lanjut Usia.
6. Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No 65 Tahun 1996 tentang Pedoman Pembentukan Karang werda di propinsi daerah Tingkat I Jawa Timur
Related post:
1. Rakor Kesehatan Lansia Jawa Timur
2. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
3. Lomba Senam Diabetes untuk Lansia
Jumat, 12 Desember 2008
Rakor Kesehatan Lansia Jawa Timur
Baru saja saya mengikuti pertemuan koordinasi program kesehatan usia lanjut / usila / lansia Propinsi Jawa Timur di Hotel Utami Surabaya. Acara yang diselenggarakan pada 10-11 Desember 2008 tersebut sebenarnya untuk para kasi ARU kabupaten dan kota di Jawa Timur. Saya sendiri diundang dalam kapasitas sebagai Kepala Puskesmas Senduro Kab. Lumajang, puskesmas santun lansia, untuk menjadi nara sumber dan sekaligus peserta aktif.
Hadir dalam acara tersebut para pejabat dari Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Sosial dan Biro Kesra Pemprop Jatim serta dari Yayasan Gerontologi Propinsi Jawa Timur Soerjadi Tjokrosoewito sebagai nara sumber. Pertemuan yang dibuka oleh Kasubdin Kesga dan Gizi dr Hendra Wijaya tersebut membicarakan beberapa hal seputar program untuk lansia terutama berkaitan dengan pengembangan puskesmas santun lansia. Ada beberapa hal yang saya tangkap dari pertemuan koordinasi tersebut, antara lain:
1. Program kesehatan lansia "belum dianggap penting" oleh sebagian pengambil keputusan bidang kesehatan di daerah
2. Dukungan sektor non kesehatan masih belum maksimal
3. Implementasi Perda no 5 tahun 2007 Propinsi jawa Timur tentang Kesejahteraan Lansia juga belum maksiamal.
Seperti telah disinggung di muka, saya hadir untuk menyampaikan presentasi mengenai pelaksanaan program santun lansia di Puskesmas Senduro Kabupaten Lumajang. Saya bersama dokter Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang kebagian presentasi pada hari pertama jam 16.25, waktu yang sangat krusial untuk suatu presentasi. Itu adalah waktu dimana peserta biasanya sudah jenuh dan maunya segera selesai, ishoma, mandi dan sholat maghrib lalu ngobrol dengan teman dari berbagai daerah. Begitulah kira-kira. Kami berdua merasa kurang optimal karena waktu yang menurut jadwal seharusnya 2 jam dipersingkat jadi 50 menit saja. Kalimat demi kalimat saya persingkat, dan tidak semua slide saya paparkan. Moderator tampaknya juga sudah tidak sempat lagi membuka sesi tanya jawab. Namun begitu mudah-mudahan misi yang kami bawa cukup membawa hasil.
Paparan Puskesmas Bareng lebih menekankan pada pelayanan lansia di dalam gedung, sedangkan saya lebih pada pelayanan luar gedung dan pemberdayaan masyarakatnya. Itu adalah semacam pembagian tugas yang kebetulan amat pas. Tetapi di puskesmas kami melaksanakan keduanya, baik pelayanan dalam gedung maupun luar gedung dan pemberdayaannya.
Program santun lansia, sebagaimana program kesehatan komunitas lainnya memang harus dilaksanakan melalui dua dimensi, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan
2. Pemberdayaan masyarakat
Pelayanan kesehatan dalam gedung ditekankan pada kemudahan prosedur layanan, pelayanan berkualitas oleh petugas yang kompeten, responsif terhadap kebutuhan dan kondisi lansia serta santun dan mendahulukannya dari pasien umum. Untuk itu maka puskesmas santun lansia biasanya menyediakan loket tersendiri bagi lansia dan bahkan ruang layanan tersendiri bila memungkinkan. Di Puskesmas Senduro sendiri ada pelayanan yang disebut one stop service. Itu artinya pasien lansia dilayani dalam satu paket layanan dalam satu ruangan tanpa harus pindah ke ruang lain mulai dari pendaftaran, pemeriksaan hingga mendapat obat. Untuk pelayanan model ini, Puskesmas Bareng ternyata sudah lebih awal melaksanakannya dengan baik sekali.
Permasalahan yang dihadapi Puskesmas Senduro adalah sarana gedung yang ada dulunya tidak dirancang santun lansia. Meski demikian program tetap kami jalankan sesuai potensi yang ada dulu, dengan beberapa pembenahan. Mudah-mudahan untuk selanjutnya kami bisa memiliki gedung tersendiri sebagai Klinik Lansia Puskesmas Senduro di tempat yang dulunya adalah bekas gedung puskesmas lama yang sudah rusak.
Dimensi kedua adalah pemberdayaan masyarakat tidak kalah pentingnya. Karena permasalahan lansia sangat komplek dan saling berkaitan. Permasalahan sudah jelas, seperti penurunan kualitas dan kebugaran fisik dan psikis. Berbagai penyakit degeneratif mulai menghantui mereka dan ini membutuhkan perhatian dan dana yang tidak sedikit. Secara sosial sebagian lansia sudah tidak mampu mandiri sebagai mana masih muda dulu. Kondisi ini diperparah oleh stigma negatif tentang lansia oleh sebagian masyarakat. Karenya perlu suatu gerakan pemberdayaan tidak hanya bagi para lansia itu sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Lho, apa hubungannya segala tetek bengek tersebut dengan tugas kita sebagai orang kesehatan? Tentu saja ada dan malah sangat strategis. Lansia seperti halnya manusia lainnya juga perlu dipandang secara holistik, tidak saja dari segi fisik bilogis, tetapi juga jiwa, sosial dan bahkan spiritual. Itu semua sangat berkaitan bukan. Tetapi saya tidak hendak mengatakan itu semua menjadi tugas orang kesehatan. Kita hanya perlu untuk mengadvokasikan kepentingan lansia kepada sektor lainnya untuk bersama-sama memperhatikan mereka. Mungkin Anda berpikir bukankah dinas lintas sektor sudah punya tupoksi masing-masing. Memang benar, tetapi pada umumnya tetap saja harus ada pihak yang memulai maju ke depan baru lainnya mengikuti dari belakang. Ya, tidak? Lagi pula bukankah orang kesehatan yang paling sering mendapat keluhan dan bersinggungan dengan permasalahan para lansia. Jadi sudah seharusnya orang kesehatan lebih peka terhadap mereka.
Untuk mengoptimalkan dukungan litas sektor, partisipasi para lansia dan masyarakat pada umumnya maka perlu wadah, dan wadahnya adalah Karang Werda. Sebagai mana disebutkan dalam Perda No 5 tahun 2007, Karang Werda adalah wadah bagi komunitas lansia di tingkat desa. Kegiatan lansia meliputi berbagai bidang, antara lain: organisasi, kesehatan, olaraga, kerohanian, kesejahteraan, dan kesenian. Jadi jelas berbagai sektor bisa bertemu di Karang Werda dlam rangka pembinaan dan pengembangan. Karena itulah maka Puskesmas Senduro bersama Muspika, Sektor Pendidikan, KUA, PKK dan tokoh masyarakat telah melaksanakan fasilitasi pembentukan Karang Werda. kalau dulu hanya ada 2 Karang Werda yang aktif, maka sekarang sudah semua desa atau sebanya 12 Karang Werda dengan SK Kepala Desa masing-masing.
Lalu bagaimana kelembagaan di tingkat kecamatan? Sebelum melangkah pada fasilitasi, kami telah terlebih dahulu membentuk tim pembina karang werda dengan SK Camat. Tim ini diketuai oleh Camat dan terdiri dari berbagai sektor terkait. Sementara itu untuk komunitas lansia itu sendiri para wakil karang werda desa kemudian membetuk suatu forum yang disebut Forum Karang Werda Kecamatan Senduro yang saat ini diketuai Ibu Kunsiati. Tim pembina dan forum inilah yang bertanggung jawab memfasilitasi dan membina karang werda desa.
Lebih jauh Anda saya ajak kebelakang. Sebelum semua tersebut, sebenarnya Puskesmas Senduro sudah melaksanakan santun lansia sejak awal 2007 ketika itu saya masih sebagai Kepala Puskesmas Gucialit. Karang Werda sudah terbentuk di 3 desa tetapi sampai saya masuk Senduro Januari 2008 yang aktif tinggal satu saja, yaitu Desa Senduro. Meskipun begitu oprasional Karang Werda Desa Senduro sangat aktif bahkan sangat bersemangat. Organisasinya jalan, administrasi rapi, dan kegiatannya sangat semarak. Sampai-sampai kami yang muda-muda merasa kalah giat dengan mereka. Pertemuan pengurus dan arisan rutin diadakan tiap tanggal 15. Senam lansia aktif, senam diabetes untuk lansia OK, bahkan bisa juara III kabupaten. Kesenian juga ada, yaitu karawitan, keroncong dan paduan suara lansia. Bidang ekonomi ada tabungan lansia, simpan pinjam lansia, usaha keripik pisang sampai usaha membuat dan menjual souvenir. Kegiatan lainnya antara lain:
- Pasamuan dan pengajian rutin
- Talk show kesehatan
- Jalan sehat
- Latihan keterampilan
- Produksi jamu
- Usaha pupuk bokasih
- Bazaar lansia
- Bakti sosial bencana alam
- Pengobatan massal
- Rekreasi
- Peringatan Hari Lansia Nasional rutin tiap tahun
Di samping itu ada posyandu lansia yang waktu itu sudah aktif. Pantaslah kalau Karang Werda Desa Senduro berhasil Juara II Lomba Karang Werda tingkat propinsi pada tahun 2007 lalu.
Tapi bila kembali ke puskesmas ternyata pelayanan lansia tidak ubahnya dengan puskesmas pada umumnya. Padahal di halaman puskesmas terpampang name board "puskesmas santun lansia" Maka dari itu saya bawa permasalahan ini ke loka karya mini. Saya tawarkan kepada seluruh staf apakah name board-nya diturunkan atau tetap seperti itu asalkan pelayanannya ditata ulang untuk memberi layanan santun lasia secara maksimal. Ternyata yang dipilih adalah tawaran kedua dan selanjutnya membuat rencana tindak lanjutnya.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa program kesehatan komunitas selalu berkaitan dengan pemberdayaan. Dan saya tidak mau orang kesehatan kerja sendirian, jadi program yang telah digagas puskesmas harus menjadi program bersama segenap dinas lintas sektor. Pendek kata santun lansia harus menjadi program kecamatan, bukan program puskesmas semata. Maka mulailah kami membentuk dan menjalankan jejaring advokasi dan jejaring bina suasana untuk program "Kecamatan Santun Lansia" Dalam program ini ada community organization dan community development melalui karang werda. Sektor non kesehatan membina lansia melalui karang werda sesuai dengan bidanyanya masing-masing. PLKB misalnya, mereka membina keluarga lansia melalui lembaga BKL (bina keluaraga lansia)di tiap dusun sehingga tercipta situasi kondusif pengembangan lansia di masyarakat. Petugas kesehatan tentunya bisa menggunakan karang werda sebagai media pembinaan bidang kesehatan. Dan karang werda ini juga bisa mendorong kesinambungan penyelenggaraan posyandu lansia, yang ditargetkan terbentuk di setiap dusun satu posyandu atau berjumlah 52 posyandu lansia pada semester I tahun 2009.
Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan lansia. Jangan memandang lansia hanya dari sudut masalah saja tapi pandanglah juga bahwa pada mereka ada potensi. Ini akan berpengaruh pada pola pendekatan kita kepada mereka. Kita cukup memfasilitasi saja dan dengan bantuan seperlunya saja. Sekali lagi mereka juga masih punya kapabilitas yang mesti diberi kesempatan. Ingat 87 dari 150 orang terkaya di Indonesia adalah lansia. Ada pengalaman menarik sewaktu saya memfasilitasi Karang Werda Desa Argosari, sebuah desa yang tergolong agak miskin. Ada seorang lansia yang sangat sepuh malah bingung membelanjakan uangnya, "Saya banyak uang sampai bingung untuk beli apa", katanya. Orang ini hanya perlu difasilitasi saja agar potensinya bisa lebih bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk masyarakat di sekitarnya.
Kembali ke pertemuan koordinasi di hotel Utami Surabaya, telah disepakati beberapa hal untuk pengembangan program santun lansia selajutnya. Mudah-mudahan program ini lebih mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait karena bagaimanapun juga jumlah komunitas lansia akan terus bertambah sejalan nertambahnya umur harapan hidup. Dan jangan lupa, membangun sistem pelayanan dan pemberdayaan lansia berarti membangun masa depan kita sendiri. Bukankah kita semua berharap jadi lansia? Kecuali kalau Anda ingin mati muda. Sorry, ini guyon.... he-he-he.
Related post:
1. Sekilas Puskesmas Santun Lansia
2. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
3. Lomba Senam Diabetes untuk Lansia
Hadir dalam acara tersebut para pejabat dari Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Sosial dan Biro Kesra Pemprop Jatim serta dari Yayasan Gerontologi Propinsi Jawa Timur Soerjadi Tjokrosoewito sebagai nara sumber. Pertemuan yang dibuka oleh Kasubdin Kesga dan Gizi dr Hendra Wijaya tersebut membicarakan beberapa hal seputar program untuk lansia terutama berkaitan dengan pengembangan puskesmas santun lansia. Ada beberapa hal yang saya tangkap dari pertemuan koordinasi tersebut, antara lain:
1. Program kesehatan lansia "belum dianggap penting" oleh sebagian pengambil keputusan bidang kesehatan di daerah
2. Dukungan sektor non kesehatan masih belum maksimal
3. Implementasi Perda no 5 tahun 2007 Propinsi jawa Timur tentang Kesejahteraan Lansia juga belum maksiamal.
Seperti telah disinggung di muka, saya hadir untuk menyampaikan presentasi mengenai pelaksanaan program santun lansia di Puskesmas Senduro Kabupaten Lumajang. Saya bersama dokter Puskesmas Bareng Kabupaten Jombang kebagian presentasi pada hari pertama jam 16.25, waktu yang sangat krusial untuk suatu presentasi. Itu adalah waktu dimana peserta biasanya sudah jenuh dan maunya segera selesai, ishoma, mandi dan sholat maghrib lalu ngobrol dengan teman dari berbagai daerah. Begitulah kira-kira. Kami berdua merasa kurang optimal karena waktu yang menurut jadwal seharusnya 2 jam dipersingkat jadi 50 menit saja. Kalimat demi kalimat saya persingkat, dan tidak semua slide saya paparkan. Moderator tampaknya juga sudah tidak sempat lagi membuka sesi tanya jawab. Namun begitu mudah-mudahan misi yang kami bawa cukup membawa hasil.
Paparan Puskesmas Bareng lebih menekankan pada pelayanan lansia di dalam gedung, sedangkan saya lebih pada pelayanan luar gedung dan pemberdayaan masyarakatnya. Itu adalah semacam pembagian tugas yang kebetulan amat pas. Tetapi di puskesmas kami melaksanakan keduanya, baik pelayanan dalam gedung maupun luar gedung dan pemberdayaannya.
Program santun lansia, sebagaimana program kesehatan komunitas lainnya memang harus dilaksanakan melalui dua dimensi, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan
2. Pemberdayaan masyarakat
Pelayanan kesehatan dalam gedung ditekankan pada kemudahan prosedur layanan, pelayanan berkualitas oleh petugas yang kompeten, responsif terhadap kebutuhan dan kondisi lansia serta santun dan mendahulukannya dari pasien umum. Untuk itu maka puskesmas santun lansia biasanya menyediakan loket tersendiri bagi lansia dan bahkan ruang layanan tersendiri bila memungkinkan. Di Puskesmas Senduro sendiri ada pelayanan yang disebut one stop service. Itu artinya pasien lansia dilayani dalam satu paket layanan dalam satu ruangan tanpa harus pindah ke ruang lain mulai dari pendaftaran, pemeriksaan hingga mendapat obat. Untuk pelayanan model ini, Puskesmas Bareng ternyata sudah lebih awal melaksanakannya dengan baik sekali.
Permasalahan yang dihadapi Puskesmas Senduro adalah sarana gedung yang ada dulunya tidak dirancang santun lansia. Meski demikian program tetap kami jalankan sesuai potensi yang ada dulu, dengan beberapa pembenahan. Mudah-mudahan untuk selanjutnya kami bisa memiliki gedung tersendiri sebagai Klinik Lansia Puskesmas Senduro di tempat yang dulunya adalah bekas gedung puskesmas lama yang sudah rusak.
Dimensi kedua adalah pemberdayaan masyarakat tidak kalah pentingnya. Karena permasalahan lansia sangat komplek dan saling berkaitan. Permasalahan sudah jelas, seperti penurunan kualitas dan kebugaran fisik dan psikis. Berbagai penyakit degeneratif mulai menghantui mereka dan ini membutuhkan perhatian dan dana yang tidak sedikit. Secara sosial sebagian lansia sudah tidak mampu mandiri sebagai mana masih muda dulu. Kondisi ini diperparah oleh stigma negatif tentang lansia oleh sebagian masyarakat. Karenya perlu suatu gerakan pemberdayaan tidak hanya bagi para lansia itu sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Lho, apa hubungannya segala tetek bengek tersebut dengan tugas kita sebagai orang kesehatan? Tentu saja ada dan malah sangat strategis. Lansia seperti halnya manusia lainnya juga perlu dipandang secara holistik, tidak saja dari segi fisik bilogis, tetapi juga jiwa, sosial dan bahkan spiritual. Itu semua sangat berkaitan bukan. Tetapi saya tidak hendak mengatakan itu semua menjadi tugas orang kesehatan. Kita hanya perlu untuk mengadvokasikan kepentingan lansia kepada sektor lainnya untuk bersama-sama memperhatikan mereka. Mungkin Anda berpikir bukankah dinas lintas sektor sudah punya tupoksi masing-masing. Memang benar, tetapi pada umumnya tetap saja harus ada pihak yang memulai maju ke depan baru lainnya mengikuti dari belakang. Ya, tidak? Lagi pula bukankah orang kesehatan yang paling sering mendapat keluhan dan bersinggungan dengan permasalahan para lansia. Jadi sudah seharusnya orang kesehatan lebih peka terhadap mereka.
Untuk mengoptimalkan dukungan litas sektor, partisipasi para lansia dan masyarakat pada umumnya maka perlu wadah, dan wadahnya adalah Karang Werda. Sebagai mana disebutkan dalam Perda No 5 tahun 2007, Karang Werda adalah wadah bagi komunitas lansia di tingkat desa. Kegiatan lansia meliputi berbagai bidang, antara lain: organisasi, kesehatan, olaraga, kerohanian, kesejahteraan, dan kesenian. Jadi jelas berbagai sektor bisa bertemu di Karang Werda dlam rangka pembinaan dan pengembangan. Karena itulah maka Puskesmas Senduro bersama Muspika, Sektor Pendidikan, KUA, PKK dan tokoh masyarakat telah melaksanakan fasilitasi pembentukan Karang Werda. kalau dulu hanya ada 2 Karang Werda yang aktif, maka sekarang sudah semua desa atau sebanya 12 Karang Werda dengan SK Kepala Desa masing-masing.
Lalu bagaimana kelembagaan di tingkat kecamatan? Sebelum melangkah pada fasilitasi, kami telah terlebih dahulu membentuk tim pembina karang werda dengan SK Camat. Tim ini diketuai oleh Camat dan terdiri dari berbagai sektor terkait. Sementara itu untuk komunitas lansia itu sendiri para wakil karang werda desa kemudian membetuk suatu forum yang disebut Forum Karang Werda Kecamatan Senduro yang saat ini diketuai Ibu Kunsiati. Tim pembina dan forum inilah yang bertanggung jawab memfasilitasi dan membina karang werda desa.
Lebih jauh Anda saya ajak kebelakang. Sebelum semua tersebut, sebenarnya Puskesmas Senduro sudah melaksanakan santun lansia sejak awal 2007 ketika itu saya masih sebagai Kepala Puskesmas Gucialit. Karang Werda sudah terbentuk di 3 desa tetapi sampai saya masuk Senduro Januari 2008 yang aktif tinggal satu saja, yaitu Desa Senduro. Meskipun begitu oprasional Karang Werda Desa Senduro sangat aktif bahkan sangat bersemangat. Organisasinya jalan, administrasi rapi, dan kegiatannya sangat semarak. Sampai-sampai kami yang muda-muda merasa kalah giat dengan mereka. Pertemuan pengurus dan arisan rutin diadakan tiap tanggal 15. Senam lansia aktif, senam diabetes untuk lansia OK, bahkan bisa juara III kabupaten. Kesenian juga ada, yaitu karawitan, keroncong dan paduan suara lansia. Bidang ekonomi ada tabungan lansia, simpan pinjam lansia, usaha keripik pisang sampai usaha membuat dan menjual souvenir. Kegiatan lainnya antara lain:
- Pasamuan dan pengajian rutin
- Talk show kesehatan
- Jalan sehat
- Latihan keterampilan
- Produksi jamu
- Usaha pupuk bokasih
- Bazaar lansia
- Bakti sosial bencana alam
- Pengobatan massal
- Rekreasi
- Peringatan Hari Lansia Nasional rutin tiap tahun
Di samping itu ada posyandu lansia yang waktu itu sudah aktif. Pantaslah kalau Karang Werda Desa Senduro berhasil Juara II Lomba Karang Werda tingkat propinsi pada tahun 2007 lalu.
Tapi bila kembali ke puskesmas ternyata pelayanan lansia tidak ubahnya dengan puskesmas pada umumnya. Padahal di halaman puskesmas terpampang name board "puskesmas santun lansia" Maka dari itu saya bawa permasalahan ini ke loka karya mini. Saya tawarkan kepada seluruh staf apakah name board-nya diturunkan atau tetap seperti itu asalkan pelayanannya ditata ulang untuk memberi layanan santun lasia secara maksimal. Ternyata yang dipilih adalah tawaran kedua dan selanjutnya membuat rencana tindak lanjutnya.
Sekali lagi saya tegaskan, bahwa program kesehatan komunitas selalu berkaitan dengan pemberdayaan. Dan saya tidak mau orang kesehatan kerja sendirian, jadi program yang telah digagas puskesmas harus menjadi program bersama segenap dinas lintas sektor. Pendek kata santun lansia harus menjadi program kecamatan, bukan program puskesmas semata. Maka mulailah kami membentuk dan menjalankan jejaring advokasi dan jejaring bina suasana untuk program "Kecamatan Santun Lansia" Dalam program ini ada community organization dan community development melalui karang werda. Sektor non kesehatan membina lansia melalui karang werda sesuai dengan bidanyanya masing-masing. PLKB misalnya, mereka membina keluarga lansia melalui lembaga BKL (bina keluaraga lansia)di tiap dusun sehingga tercipta situasi kondusif pengembangan lansia di masyarakat. Petugas kesehatan tentunya bisa menggunakan karang werda sebagai media pembinaan bidang kesehatan. Dan karang werda ini juga bisa mendorong kesinambungan penyelenggaraan posyandu lansia, yang ditargetkan terbentuk di setiap dusun satu posyandu atau berjumlah 52 posyandu lansia pada semester I tahun 2009.
Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan lansia. Jangan memandang lansia hanya dari sudut masalah saja tapi pandanglah juga bahwa pada mereka ada potensi. Ini akan berpengaruh pada pola pendekatan kita kepada mereka. Kita cukup memfasilitasi saja dan dengan bantuan seperlunya saja. Sekali lagi mereka juga masih punya kapabilitas yang mesti diberi kesempatan. Ingat 87 dari 150 orang terkaya di Indonesia adalah lansia. Ada pengalaman menarik sewaktu saya memfasilitasi Karang Werda Desa Argosari, sebuah desa yang tergolong agak miskin. Ada seorang lansia yang sangat sepuh malah bingung membelanjakan uangnya, "Saya banyak uang sampai bingung untuk beli apa", katanya. Orang ini hanya perlu difasilitasi saja agar potensinya bisa lebih bermanfaat untuk dirinya dan juga untuk masyarakat di sekitarnya.
Kembali ke pertemuan koordinasi di hotel Utami Surabaya, telah disepakati beberapa hal untuk pengembangan program santun lansia selajutnya. Mudah-mudahan program ini lebih mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait karena bagaimanapun juga jumlah komunitas lansia akan terus bertambah sejalan nertambahnya umur harapan hidup. Dan jangan lupa, membangun sistem pelayanan dan pemberdayaan lansia berarti membangun masa depan kita sendiri. Bukankah kita semua berharap jadi lansia? Kecuali kalau Anda ingin mati muda. Sorry, ini guyon.... he-he-he.
Related post:
1. Sekilas Puskesmas Santun Lansia
2. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
3. Lomba Senam Diabetes untuk Lansia
Label:
karang werda,
pemberdayaan,
puskesmas,
santun lansia,
usila
Senin, 08 Desember 2008
Lomba Senam Diabetes untuk Lansia
Selasa 2 Desember 2008 Forum Karang werda Kecamatan Senduro mengikuti lomba senam diabetes bagi lansia se Kabupaten Lumajang. Tim Lansia Senduro disponsori Kantor Kecamatan dan Puskesmas Santun Lansia Senduro.
Lomba senam diabetes untuk lansia diselenggarakan di GOR Wira Bhakti Lumajang dan diadakan oleh Balai Kesehatan Olah Raga Lumajang dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2008. Ikut serta dalam lomba ini perwakilan komunitas lansia dari seluruh kecamatan di Kabupaten Lumajang. Untuk penilaian, lomba dilaksanakan menjadi delapan putaran yang masing-masing berdurasi tidak kurang dari 30 menit.
Forum Karang werda kecamatan Senduro mengirim dua tim yang masing-masing terdiri dari lima orang lansia plus dua orang cadangan dan dua official tim. Saya sebagai kepala puskesmas yang tentunya paling bertanggung jawab atas kesehatan peserta merasa was-was juga. Itu karena anggota yang dikirim rata-rata sudah udzur (baca sepuh sekali) yang tidak check up kesehatan secara lengkap terlebih dahulu. Jangan-jangan nanti terjadi apa-apa. Tetapi Alhamdulillah sampai akhir acara ternyata tidak terjadi apa-apa. Dan yang lebih menggembirakan lagi karena Tim A bisa tampil sebagai juara III meski persiapannya hanya beberapa hari saja. Selamat deh, meski Bapak Ibu sudah pada sepuh (namanya juga lansia ...), Anda semua tampil sangat bersemangat dan percaya diri. Ini bisa jadi contoh bagi yang muda-muda.
Ada yang berbeda pada Tim Senduro dibanding dengan tim dari kecamatan lainnya. Tim Senduro datang mewakili forum karang werda. Sedangkan dari kecamatan lainnya umumnya mewakili puskesmas atau posyandu lansia. Mengapa hal ini kami angkat sebagai suatu pembeda? Ini karena keberadaan karang werda lebih mencerminkan kemandirian lansia ketimbang posyandu yang lebih merepresentasikan peran puskesmas. Untuk diketahui, sejak Nopember 2008 ini komunitas lansia Senduro telah sukses membentuk wadah para lansia berupa karang werda di semua desa di Kecamatan Senduro yang difasilitasi oleh puskesmas, kecamatan dan sektor lainnya. Itulah bentuk dasar pembinaan dan pelayanan terhadap lansia yang kami lakukan. Suatu bentuk community organization dan community development.
Bagi saya, keikutsertaan lomba semacam ini bisa dimanfaatkan sebagai ajang memberikan reinforcement terhadap para lansia, sehingga mereka lebih bersemangat lagi dalam berkegiatan. Di samping itu menjadi wahana untuk kebersamaan lintas sektor dalam membina para lansia dan memudahkan proses advokasi santun lansia yang sedang digalakkan puskesmas.
Selamat kepada para lansia, tetaplah bersemangat. Bersama kita bisa (bukan kampanye politik lho). Bagaimana kegiatan lansia di tempat Anda, saya senang bila Anda berbagi dengan saya di sini untuk kemajuan santun lansia di Senduro.
Related post:
1. Sekilas Puskesmas santun Lansia
2. Rakor Kesehatan Lansia Propinsi Jawa Timur
3. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
Lomba senam diabetes untuk lansia diselenggarakan di GOR Wira Bhakti Lumajang dan diadakan oleh Balai Kesehatan Olah Raga Lumajang dalam rangka Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2008. Ikut serta dalam lomba ini perwakilan komunitas lansia dari seluruh kecamatan di Kabupaten Lumajang. Untuk penilaian, lomba dilaksanakan menjadi delapan putaran yang masing-masing berdurasi tidak kurang dari 30 menit.
Forum Karang werda kecamatan Senduro mengirim dua tim yang masing-masing terdiri dari lima orang lansia plus dua orang cadangan dan dua official tim. Saya sebagai kepala puskesmas yang tentunya paling bertanggung jawab atas kesehatan peserta merasa was-was juga. Itu karena anggota yang dikirim rata-rata sudah udzur (baca sepuh sekali) yang tidak check up kesehatan secara lengkap terlebih dahulu. Jangan-jangan nanti terjadi apa-apa. Tetapi Alhamdulillah sampai akhir acara ternyata tidak terjadi apa-apa. Dan yang lebih menggembirakan lagi karena Tim A bisa tampil sebagai juara III meski persiapannya hanya beberapa hari saja. Selamat deh, meski Bapak Ibu sudah pada sepuh (namanya juga lansia ...), Anda semua tampil sangat bersemangat dan percaya diri. Ini bisa jadi contoh bagi yang muda-muda.
Ada yang berbeda pada Tim Senduro dibanding dengan tim dari kecamatan lainnya. Tim Senduro datang mewakili forum karang werda. Sedangkan dari kecamatan lainnya umumnya mewakili puskesmas atau posyandu lansia. Mengapa hal ini kami angkat sebagai suatu pembeda? Ini karena keberadaan karang werda lebih mencerminkan kemandirian lansia ketimbang posyandu yang lebih merepresentasikan peran puskesmas. Untuk diketahui, sejak Nopember 2008 ini komunitas lansia Senduro telah sukses membentuk wadah para lansia berupa karang werda di semua desa di Kecamatan Senduro yang difasilitasi oleh puskesmas, kecamatan dan sektor lainnya. Itulah bentuk dasar pembinaan dan pelayanan terhadap lansia yang kami lakukan. Suatu bentuk community organization dan community development.
Bagi saya, keikutsertaan lomba semacam ini bisa dimanfaatkan sebagai ajang memberikan reinforcement terhadap para lansia, sehingga mereka lebih bersemangat lagi dalam berkegiatan. Di samping itu menjadi wahana untuk kebersamaan lintas sektor dalam membina para lansia dan memudahkan proses advokasi santun lansia yang sedang digalakkan puskesmas.
Selamat kepada para lansia, tetaplah bersemangat. Bersama kita bisa (bukan kampanye politik lho). Bagaimana kegiatan lansia di tempat Anda, saya senang bila Anda berbagi dengan saya di sini untuk kemajuan santun lansia di Senduro.
Related post:
1. Sekilas Puskesmas santun Lansia
2. Rakor Kesehatan Lansia Propinsi Jawa Timur
3. Safari Santun Lansia ke Desa Ranupani
Label:
karang werda,
lumajang,
pemberdayaan,
puskesmas,
santun lansia,
senam diabetes
Kamis, 04 Desember 2008
Penertiban Obat Tradisional dari Bahan Kimia Berbahaya Tergantung Penegakan Hukum
Akhir-akhir ini marak diberitakan masalah jamu / obat tradisional yang mengandung bahan kimia. Sudah ratusan merek yang teridentifikasi dan sudah masuk daftar dilarang beredar oleh Badan POM. Itu menimpa baik pada merek yang belum maupun pada obat yang sudah teregistrasi.
Liputan6.com, Jakarta: Heboh tentang obat kuat dan suplemen stamina pria yang mengandung zat berbahaya masih bergulir. Razia dan penarikan produk juga terus dilakukan petugas Balai Pengawasan Obat dan Makanan di berbagai daerah sepanjang dua pekan terakhir. Di Jawa Timur, misalnya, petugas memergoki satu truk yang membawa aneka jamu mengandung obat kuat berbahaya dan menggerebek sebuah gudang obat ilegal.
Dari razia yang digelar di 19 daerah, Balai POM kemudian memutuskan menarik 22 merek jamu dan suplemen seks. Sebanyak 19 merek di antaranya diproduksi farmasi gelap, sedangkan tiga suplemen lainnya diproduksi perusahaan farmasi terkemuka. Balai POM menyatakan, 22 obat tradisional dan suplemen stamina pria tersebut terbukti mengandung obat kuat berbahaya tadalafil dan sildenafil sitrat.
Tapi, upaya itu tak membuat produk-produk tersebut lenyap dari pasaran. Buktinya, konsumen tetap bisa mendapatkan obat atau suplemen yang mereka butuhkan, kendati berbahaya. Bahkan, tak sedikit pula muncul pembeli baru yang penasaran dan ingin mencoba "keperkasaan" obat-obat itu. Tak bisa disangkal, mereka yang pernah mencoba umumnya akan menjadi konsumen setia .
Sejumlah konsumen mengatakan, sekali mengonsumsi biasanya akan keterusan dan sulit untuk lepas. Selain itu, akan muncul rasa tidak percaya diri saat berhadapan dengan pasangan jika tidak mengonsumsi suplemen penambah gairah. "Dari abang becak sampai eksekutif muda menggunakannya," ujar dokter Boyke Dian Nugraha, seorang seksolog.
Indonesia dengan 230 juta penduduknya memang sangat potensial bagi bisnis obat tradisional maupun suplemen. Sayang, tidak sedikit di antara obat-obat itu yang kemudian malah berbalik menjadi pembawa celaka.(ADO, liputan6.com)
Komentar-komentar seputar bahayanya juga tidak kalah heboh bila kita ikuti di
media massa. Dari sudut pandang medis penggunaan bahan kimia obat ke dalam obat tradisional secara illegal tersebut dapat membahayakan berbagai organ vital. Hati dan ginjal adalah organ vital yang paling rentan karena di situlah metabolisme dan ekskresi obat-obatan berlangsung. Bahkan akibat terburuknya adalah kematian.
YLKI sangat menyayangkan maraknya peredaran obat tradisional berbahan kimia obat tersebut. Obat/jamu yang demikian itu sebenarnya telah membohongi para konsumes, di samping bahayanya terhadap kesehatan. Orang pakai jamu tradisional itu karena ingin menghindari obat kimia bukan?
Bagaimana penanganannya? Saya percaya pemerintah pasti sudah mengupayakannya dengan sungguh-sungguh. Kalau kita lihat di televisi, sweeping-sweeping kerap dilaksanakan dengan melibatkan instansi terkait. Sebagai gambaran betapa seriusnya pemerintah menangani masalah ini, dalam beberapa bulan terakhir puskesmas saya sudah menerima beberapa surat yang berisi perintah agar menindaklanjuti masalah ini di lapangan.
Kesulitan yang kami alami di lapangan adalah tidak sinkronnya penanganan masalah ini dengan penegakan hukum. Pada hal masalahnya adalah pelanggaran kriminal. Sudah jelas-jelas melanggar UU Kesehatan, Undang-undang Praktek Kedokteran dan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Ini bukan sekedar memberdayakan masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, menjadi mau dan mampu menghindarinya. Tetapi ini masalah kriminal dari para produsen, distributor, hingga penjual di tingkat pengecer. Tunjukkan saja ketegasan hukum terutama bagi produsennya dan ekspose melalui media masa. Saya yakin akan ada efek jera, tidak seperti selama ini yang terkesan aman-aman saja bagi pelaku kriminalnya. Mungkin statement saya yang terakhir ini salah, tapi setidaknya itulah kesan yang saya tangkap melalui media.
Kalau tahu begitu kenapa tidak Anda laksanakan di kecamatan Anda? Bukankah penegakan hukum bisa dilaksanakan dengan cara Anda melibatkan Polsek dalam sweeping? Sita barang-barangnya dan seret para pihak yang terlibat ke pengadilan? Itukah yang sedang Anda pikirkan tentang saya? Ah, itu terlalu jauh untuk dilakukan seorang kepala puskesmas. Itu semua sebenarnya sudah bisa dilakukan oleh penegak hukum kapanpun bila mereka mau.
Bukankah Anda bisa lakukan advokasi kepada penegak hukum di level kecamatan? Jawabnya adalah percuma!
Lho, kok? Anda tahu bagaimana reputasi penegakan hukum di negeri ini kan? Lagian kata para pengamat hukum yang pinter-pinter itu, PENEGAKAN HUKUM HARUS MENGALIR DARI ATAS ALIAS TOP DOWN. Kalau begitu ya amat tergantung seberapa kuat komitmen dari atas dong. Anda pernah mendengar instruksi Kapolri yang waktu itu masih Sutanto agar seluruh jajarannya memberangus perjudian di seluruh Indonesia dalam tiga bulan, kalau tidak maka Kapolresnya akan dimutasi. Ternyata dalam beberapa hari saja perjudian sudah tak terlihat lagi. Belakangan yang kita dengar adalah instruksi untuk menyikat habis para preman yang mengganggu masyarakat. Maka terjadilah penyisiran para preman di seluruh pelosok kota se-Indonesia bukan?
Bagaimana dengan bahan kimia dalam obat tradisional? Itu juga merupakan bagian dari masalah yang lebih luas betapa di negeri ini rasa aman itu masih mahal sekali.
Liputan6.com, Jakarta: Heboh tentang obat kuat dan suplemen stamina pria yang mengandung zat berbahaya masih bergulir. Razia dan penarikan produk juga terus dilakukan petugas Balai Pengawasan Obat dan Makanan di berbagai daerah sepanjang dua pekan terakhir. Di Jawa Timur, misalnya, petugas memergoki satu truk yang membawa aneka jamu mengandung obat kuat berbahaya dan menggerebek sebuah gudang obat ilegal.
Dari razia yang digelar di 19 daerah, Balai POM kemudian memutuskan menarik 22 merek jamu dan suplemen seks. Sebanyak 19 merek di antaranya diproduksi farmasi gelap, sedangkan tiga suplemen lainnya diproduksi perusahaan farmasi terkemuka. Balai POM menyatakan, 22 obat tradisional dan suplemen stamina pria tersebut terbukti mengandung obat kuat berbahaya tadalafil dan sildenafil sitrat.
Tapi, upaya itu tak membuat produk-produk tersebut lenyap dari pasaran. Buktinya, konsumen tetap bisa mendapatkan obat atau suplemen yang mereka butuhkan, kendati berbahaya. Bahkan, tak sedikit pula muncul pembeli baru yang penasaran dan ingin mencoba "keperkasaan" obat-obat itu. Tak bisa disangkal, mereka yang pernah mencoba umumnya akan menjadi konsumen setia .
Sejumlah konsumen mengatakan, sekali mengonsumsi biasanya akan keterusan dan sulit untuk lepas. Selain itu, akan muncul rasa tidak percaya diri saat berhadapan dengan pasangan jika tidak mengonsumsi suplemen penambah gairah. "Dari abang becak sampai eksekutif muda menggunakannya," ujar dokter Boyke Dian Nugraha, seorang seksolog.
Indonesia dengan 230 juta penduduknya memang sangat potensial bagi bisnis obat tradisional maupun suplemen. Sayang, tidak sedikit di antara obat-obat itu yang kemudian malah berbalik menjadi pembawa celaka.(ADO, liputan6.com)
Komentar-komentar seputar bahayanya juga tidak kalah heboh bila kita ikuti di
media massa. Dari sudut pandang medis penggunaan bahan kimia obat ke dalam obat tradisional secara illegal tersebut dapat membahayakan berbagai organ vital. Hati dan ginjal adalah organ vital yang paling rentan karena di situlah metabolisme dan ekskresi obat-obatan berlangsung. Bahkan akibat terburuknya adalah kematian.
YLKI sangat menyayangkan maraknya peredaran obat tradisional berbahan kimia obat tersebut. Obat/jamu yang demikian itu sebenarnya telah membohongi para konsumes, di samping bahayanya terhadap kesehatan. Orang pakai jamu tradisional itu karena ingin menghindari obat kimia bukan?
Bagaimana penanganannya? Saya percaya pemerintah pasti sudah mengupayakannya dengan sungguh-sungguh. Kalau kita lihat di televisi, sweeping-sweeping kerap dilaksanakan dengan melibatkan instansi terkait. Sebagai gambaran betapa seriusnya pemerintah menangani masalah ini, dalam beberapa bulan terakhir puskesmas saya sudah menerima beberapa surat yang berisi perintah agar menindaklanjuti masalah ini di lapangan.
Kesulitan yang kami alami di lapangan adalah tidak sinkronnya penanganan masalah ini dengan penegakan hukum. Pada hal masalahnya adalah pelanggaran kriminal. Sudah jelas-jelas melanggar UU Kesehatan, Undang-undang Praktek Kedokteran dan Undang-undang Perlindungan Konsumen. Ini bukan sekedar memberdayakan masyarakat dari tidak tahu menjadi tahu, menjadi mau dan mampu menghindarinya. Tetapi ini masalah kriminal dari para produsen, distributor, hingga penjual di tingkat pengecer. Tunjukkan saja ketegasan hukum terutama bagi produsennya dan ekspose melalui media masa. Saya yakin akan ada efek jera, tidak seperti selama ini yang terkesan aman-aman saja bagi pelaku kriminalnya. Mungkin statement saya yang terakhir ini salah, tapi setidaknya itulah kesan yang saya tangkap melalui media.
Kalau tahu begitu kenapa tidak Anda laksanakan di kecamatan Anda? Bukankah penegakan hukum bisa dilaksanakan dengan cara Anda melibatkan Polsek dalam sweeping? Sita barang-barangnya dan seret para pihak yang terlibat ke pengadilan? Itukah yang sedang Anda pikirkan tentang saya? Ah, itu terlalu jauh untuk dilakukan seorang kepala puskesmas. Itu semua sebenarnya sudah bisa dilakukan oleh penegak hukum kapanpun bila mereka mau.
Bukankah Anda bisa lakukan advokasi kepada penegak hukum di level kecamatan? Jawabnya adalah percuma!
Lho, kok? Anda tahu bagaimana reputasi penegakan hukum di negeri ini kan? Lagian kata para pengamat hukum yang pinter-pinter itu, PENEGAKAN HUKUM HARUS MENGALIR DARI ATAS ALIAS TOP DOWN. Kalau begitu ya amat tergantung seberapa kuat komitmen dari atas dong. Anda pernah mendengar instruksi Kapolri yang waktu itu masih Sutanto agar seluruh jajarannya memberangus perjudian di seluruh Indonesia dalam tiga bulan, kalau tidak maka Kapolresnya akan dimutasi. Ternyata dalam beberapa hari saja perjudian sudah tak terlihat lagi. Belakangan yang kita dengar adalah instruksi untuk menyikat habis para preman yang mengganggu masyarakat. Maka terjadilah penyisiran para preman di seluruh pelosok kota se-Indonesia bukan?
Bagaimana dengan bahan kimia dalam obat tradisional? Itu juga merupakan bagian dari masalah yang lebih luas betapa di negeri ini rasa aman itu masih mahal sekali.
Label:
jamu,
obat tradisional,
penegakan hukum,
puskesmas
Selasa, 02 Desember 2008
Desa Siaga: Lumajang Selangkah Lebih Maju
Selamat atas suksesnya penyelenggaraan pelatihan TOT Poskesdes Desa Siaga oleh Dinkes Propinsi di Surabaya. Beberapa kepala puskesmas dari Lumajang (saya bukan peserta) mengikutinya hingga usai. Pasti banyak ilmu yang dapat dipetik melalui TOT semacam itu. Selain itu akan menjadi ajang sharing antar peserta yang datang dari beberapa kabupaten dan kota. Pengalamannya pasti beragam.
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa / kelurahan dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa / kelurahan (selanjutnya disebut desa saja). Tujuan dibentuknya poskesdes adalah untuk mewujudkan masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalaahan kesehatan di wilayah desa. Dan menurut SK Menkes No.564/Menkes/SK/VIII/2006 sebuah desa dikatakan desa siaga apabila memiliki ciri utama yaitu adanya poskesdes di desa tersebut.
Fungsi poskesdes adalah:
Tetapi secara faktual (setidaknya dari curhatnya pelaksana lapangan dari berbagai daerah) poskesdes lebih mewakili peran bidan desa dari pada masyarakat. Karena sebagaian besar operasional poskesdes dikerjakan oleh bidan desa. Jadi bidan desalah (dibantu beberapa kader) yang menjalankan desa siaga. Ekstrimnya malah poskesdes identik dengan bidan desa. Mungkin gedung poskesdesnya yang sebagian dibangun melalui dana anggaran desa lebih dapat diklaim sebagai kontribusi masyarakat. Itupun kenyataannya poskesdes dan bahkan juga poskestren banyak yang dibangun dari dana subsidi juga.
Nah, bagaimana di Kabupaten Lumajang? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa desa siaga di kabupaten ini adalah yang terbaik. Tidak. Di Karanganyar Jawa Tengah, Solok Sumatra Barat, dan Donggala Sulawesi Tengah ternyata sangat baik. Dan mungkin di berbagai daerah lainnya, termasuk daerah Anda. Judul posting ini saya buat demikian untuk menunjukkan bahwa konsep desa siaga Depkes itu dimaksudkan agar bisa direalisasikan di semua daerah yang tentunya memiliki prakondisi yang berbeda-beda. Lumajang memiliki pra kondisi berupa tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan kesehatan sebagai hasil pelaksanaan gerakan yang disebut gerbangmas sejak tahun 2005. Karena itu maka desa siaga di Lumajang secara riel dikendalikan oleh masyarakat melalui pokja gerbangmas. Itulah yang saya maksudkan dengan satu tingkat lebih maju.
Jadi operasional desa siaga lebih dikendalikan oleh pokja gerbangmas dari pada oleh poskesdes. Untuk menyesuaikan dengan kepentingan desa siaga maka sebagian besar pokja mengganti namanya menjadi forum masyarakat desa siaga. Tetapi keduanya tetap sama, yaitu sebuah kelompok kerja. Nah, poskesdes kemudian lebih berperan memfasilitasi masyarakat dan kader, di samping yankes dasar tentunya.
Kecenderungan di atas terjadi begitu saja secara alamiah. Saya tahu persis karena saya adalah fasilitator desa siaga kabupaten yang sedari awal memang tidak mengkondisikan struktur organisasi dan batasan fungsi forum masyarakat. Kami hanya mendorong semaksimal mungkin masyarakat dapat lebih mandiri dalam mengatasi semua permasalahan mereka sendiri. Dan ternyata secara alami masyarakat telah memilih peran yang lebih aktif. Sekali lagi, mungkin karena sudah terbiasa aktif melalui gerbangmas.
Bahkan Desa Kenongo Kecamatan Gucialit yang merupakan salah satu ikon desa siaga nasional telah menjadi desa siaga dengan profil sedemikian rupa dan kelembagaan yang seperti itu benar-benar lahir murni dari keinginan masyarakat setempat. Waktu itu saya dan tim sekedar memfasilitasi saja. Pada hal pada tataran pembuat kebijakan di pusat dan daerah saat itu masih ada semacam kesimpangsiuran (maaf kalau saya salah). Untunglah Dinkes Lumajang setuju ketika kami membiarkan semua mengalir sesuai apa yang diinginkan masyarakat.
Karena itulah maka hingga sekarang model desa siaga, struktur organisasi, mekanisme pencatatan dan pelaporan sampai masalah teknis operasional berbeda-beda antara satu desa dengan lainnya. Tetapi tetap ada yang sama, yaitu penempatan masyarakat pada posisi penentu dalam hal mengenali masalah kesehatan di desa, membuat keputusan tindak lanjut, melaksanakan kegiatan, hingga monitor dan evaluasinya.
Begitulah, pendapat ini tidak dimaksudkan mewakili sikap Dinkes Lumajang, ini hanya opini saya pribadi. Bila ada pendapat lain silakan tinggalkan komentar sebagai koreksi untuk saya. Terima kasih.
Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa / kelurahan dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa / kelurahan (selanjutnya disebut desa saja). Tujuan dibentuknya poskesdes adalah untuk mewujudkan masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalaahan kesehatan di wilayah desa. Dan menurut SK Menkes No.564/Menkes/SK/VIII/2006 sebuah desa dikatakan desa siaga apabila memiliki ciri utama yaitu adanya poskesdes di desa tersebut.
Fungsi poskesdes adalah:
- Wahana partisipai masyarakat
- Wahana kewaspadaan dini
- Wahana pelayanan kesehatan dasar
- Wahana jejaring UKBM.
Tetapi secara faktual (setidaknya dari curhatnya pelaksana lapangan dari berbagai daerah) poskesdes lebih mewakili peran bidan desa dari pada masyarakat. Karena sebagaian besar operasional poskesdes dikerjakan oleh bidan desa. Jadi bidan desalah (dibantu beberapa kader) yang menjalankan desa siaga. Ekstrimnya malah poskesdes identik dengan bidan desa. Mungkin gedung poskesdesnya yang sebagian dibangun melalui dana anggaran desa lebih dapat diklaim sebagai kontribusi masyarakat. Itupun kenyataannya poskesdes dan bahkan juga poskestren banyak yang dibangun dari dana subsidi juga.
Nah, bagaimana di Kabupaten Lumajang? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa desa siaga di kabupaten ini adalah yang terbaik. Tidak. Di Karanganyar Jawa Tengah, Solok Sumatra Barat, dan Donggala Sulawesi Tengah ternyata sangat baik. Dan mungkin di berbagai daerah lainnya, termasuk daerah Anda. Judul posting ini saya buat demikian untuk menunjukkan bahwa konsep desa siaga Depkes itu dimaksudkan agar bisa direalisasikan di semua daerah yang tentunya memiliki prakondisi yang berbeda-beda. Lumajang memiliki pra kondisi berupa tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan kesehatan sebagai hasil pelaksanaan gerakan yang disebut gerbangmas sejak tahun 2005. Karena itu maka desa siaga di Lumajang secara riel dikendalikan oleh masyarakat melalui pokja gerbangmas. Itulah yang saya maksudkan dengan satu tingkat lebih maju.
Jadi operasional desa siaga lebih dikendalikan oleh pokja gerbangmas dari pada oleh poskesdes. Untuk menyesuaikan dengan kepentingan desa siaga maka sebagian besar pokja mengganti namanya menjadi forum masyarakat desa siaga. Tetapi keduanya tetap sama, yaitu sebuah kelompok kerja. Nah, poskesdes kemudian lebih berperan memfasilitasi masyarakat dan kader, di samping yankes dasar tentunya.
Kecenderungan di atas terjadi begitu saja secara alamiah. Saya tahu persis karena saya adalah fasilitator desa siaga kabupaten yang sedari awal memang tidak mengkondisikan struktur organisasi dan batasan fungsi forum masyarakat. Kami hanya mendorong semaksimal mungkin masyarakat dapat lebih mandiri dalam mengatasi semua permasalahan mereka sendiri. Dan ternyata secara alami masyarakat telah memilih peran yang lebih aktif. Sekali lagi, mungkin karena sudah terbiasa aktif melalui gerbangmas.
Bahkan Desa Kenongo Kecamatan Gucialit yang merupakan salah satu ikon desa siaga nasional telah menjadi desa siaga dengan profil sedemikian rupa dan kelembagaan yang seperti itu benar-benar lahir murni dari keinginan masyarakat setempat. Waktu itu saya dan tim sekedar memfasilitasi saja. Pada hal pada tataran pembuat kebijakan di pusat dan daerah saat itu masih ada semacam kesimpangsiuran (maaf kalau saya salah). Untunglah Dinkes Lumajang setuju ketika kami membiarkan semua mengalir sesuai apa yang diinginkan masyarakat.
Karena itulah maka hingga sekarang model desa siaga, struktur organisasi, mekanisme pencatatan dan pelaporan sampai masalah teknis operasional berbeda-beda antara satu desa dengan lainnya. Tetapi tetap ada yang sama, yaitu penempatan masyarakat pada posisi penentu dalam hal mengenali masalah kesehatan di desa, membuat keputusan tindak lanjut, melaksanakan kegiatan, hingga monitor dan evaluasinya.
Begitulah, pendapat ini tidak dimaksudkan mewakili sikap Dinkes Lumajang, ini hanya opini saya pribadi. Bila ada pendapat lain silakan tinggalkan komentar sebagai koreksi untuk saya. Terima kasih.
Label:
desa siaga,
kenongo,
lumajang,
partisipasi,
poskesdes
Langganan:
Postingan (Atom)