Pemberdayaan masyarakat dengan metode CLTS (Community Lead Total Sanitation) ternyata mampu memicu partisipasi masyarakat membuat dan menggunakan jamban meskipun tanpa subsidi sepeserpun. Program stop BABS dengan metode CLTS sudah berhasil memerdekakan 100% masyarakat Kecamatan Senduro dari perilaku BABS (BAB Sembaranga) atau ODF (open defecation free).
Deklarasi Kecamatan Senduro ODF telah digelar pada 8 Juli 2008 yang lalu di hadapan Bupati Lumajang dan undangan lainnya, termasuk dari Depkes pusat. Program ini sebenarnya telah diawali sejak tahun 2005 di Desa Purworejo dan tahun 2006 di Desa Bedayu. Setelah dua desa tersebut berhasil ODF kemudian direplikasi ke semua desa di Kecamatan Senduro. Terjadilah peningkatan kepemilikan dan penggunaan jamban secara bermakna di sepuluh desa lainnya. Akan tetapi selama tahun 2007 mengalami perlambatan perkembangan sehingga sampai akhir tahun masih ada 735 kepala keluarga di seluruh kecamatan yang masih BAB sembarangan. Meskipun akses BAB ke jamban sudah 92 % tetapi tidak kunjung ODF seperti yang telah ditargetkan semula.
Ada beberapa faktor yang berhasil diidentifikasi sebagai penyebabnya, antara lain pergantian camat dan beberapa kepala desa yang berpengaruh besar pada komitmen mereka terhadap CLTS. Disamping itu beberapa kepala desa baru ini masih butuh waktu adaptasi untuk dapat menggerakkan masyarakatnya. Sejumlah 735 KK tersebut di atas umumnya merupakan komunitas yang memang dikenal sulit digerakkan. Di Kecamatan Senduro tidak banyak warga yang bisa akses ke sungai. Tetapi realitanya lebih dari setengah jumlah KK yang masih BAB sembarangan ternyata mereka yang tinggal di sepanjang aliran sungai. Sungai inilah yang yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai biang sulitnya mereka diajak membuat jamban. BAB di sungai lebih nyaman, murah dan sudah menjadi kebiasaan turun-temurun, kilahnya.
Ternyata komunitas yang terlambat berubah yang tersisa memang jauh lebih sulit difasilitasi. Mereka menolak tawaran perilaku baru dengan sederet argumentasi. Kadang tampak kooperatif saat pemicuan, sepertinya program akan berjalan lancar padahal akhirnya ternyata mereka tidak berbuat apa-apa. Bila ada pemantauan mereka memberi janji belaka untuk membuat jamban atau malah pergi menghindari kunjungan para fasilitator.
Karena itu maka perlu energi baru untuk menuntaskannya dengan gerakan yang lebih intensif. Sehingga pada Pebruari 2008 di awal saya bertugas menjadi Kepala Puskesmas Senduro dicanangkanlah suatu gerakan yang kemudian kami sebut "Gerakan Kecamatan Senduro ODF 2008". Hanya dengan taktik dan strategi yang jitu mereka kemudian secara total bisa menerima perubahan. Memang tidak mudah, tetapi berkat belajar dari setiap kegagalan akhinya para fasilitator berhasil menemukan jalan keluarnya. Tidak ada taktik hebat yang bisa menyelesaikan semua masalah, semua komunitas dan di semua tempat. Ide-ide inovatif harus muncul dari fasilitator di lapangan. Masing-masing komunitas yang berbeda didekati dengan taktik berbeda pula.
Tanpa dukungan lintas sektor dan stakeholder lainnya, adalah mustahil orang kesehatan dalam hal ini puskesmas bisa memberdayakan masyarakat dengan baik. Untuk itu, advokasi dilaksanakan secara intensif guna memperoleh dukungan para pemangku kepentingan. Dengan demikian maka semua potensi lintas program dan lintas sektor dapat dihimpun menjadi satu guna meraih tujuan bersama. Dengan kemasan program baru, yaitu Gerakan Kecamatan Senduro ODF 2008 ternyata lebih menimbulkan optimisme dan semangat baru bagi semua pihak. Dan tanpa keyakinan akan mampu mencapai keberhasilan, mustahil kita dapat memperoleh dukungan luas. Hasilnya adalah dinas lintas sektor seperti Kecamatan, Polsek, Koramil, Diknas, PKK, tokoh masyarakat dan tokoh agama secara bersama-sama mengambil peran aktif menyukseskannya di bawah kepemimpinan Camat Senduro. Dengan begitu program puskesmas telah menjadi program kecamatan, bukan program puskesmas semata. Dan puskesmas tidak lagi sendirian menggerakkan masyarakat dalam CLTS.
Kata kunci keberhasilan gerakan adalah dukungan lintas sektor dan partisipasi masyarakat.Guna memperoleh dukungan dan partisipasi tersebut maka kami menetapkan strategi pokok yang wajib dilaksanakan oleh setiap fasilitator. Stategi yang dimaksud adalah “Empat Strategi Pokok Pemberdayaan Masyarakat” dan akan dibahas pada artikel kami berikutnya. Kesulitan selalu akan dialami sebelum akhirnya mendapat kemudahan. Karenanya, masih perlu prasyarat lagi agar gerakan bisa berhasil. Prasyarat tersebut adalah adanya fasilitator yang kreatif dan pantang menyerah. Ide-ide inovatif tidak begitu saja muncul di kepala saya, tetapi diilhami melalui proses kreatif para fasilitator yang handal di lapangan.
boleh dibagi ide2nya, pak dokter...
BalasHapusOK. Tapi ya hanya gitu-gitu saja, karena sy bukan pakar
BalasHapus