Mengenai Saya

Foto saya
Lumajang, Jawa Timur, Indonesia

Kamis, 13 November 2008

Dari CLTS Jamban ke Pemicuan Penanggulangan DBD

CLTS (Community-Led Total Sanitation) untuk stop BAB sembarangan sudah biasa kita dengar. Kini telah kami coba menerapkan metode CLTS itu untuk memicu partisipasi masyarakat menanggulangi DBD (terutama PSN dengan 3M-plus). Ternyata PSN melalui pemicuan ala CLTS ini partisipasinya memang luar biasa.

Metode pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan CLTS sudah terbukti sangat efektif. Dengan metode ini masyarakat se-Kecamatan Senduro yang terdiri dari 12 desa telah merdeka dari perilaku buang air besar sembarangan. Tidak hanya itu, tahun lalu Kecamatan Gucialit yang letaknya bersebelahan dengan Senduro telah lebih dahulu merdeka dari perilaku buang air besar tidak sehat juga dengan metode yang sama.

Sesuatu yang khas pada CLTS ialah kegiatan pemicuan terhadap masyarakat. Bila dilaksanakan dengan baik ternyata pemicuan tersebut mampu mengangkat kesadaran masyarakat untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam hal sanitasi total. Upaya subsidi penuh oleh pemerintah, stimulan pembuatan jamban, serta penyuluhan konvensional sudah biasa dilakukan. Tetapi puluhan tahun upaya tersebut ternyata belum mampu memerdekakan masyarakat dari buang air besar sembarangan. Ternyata dengan CLTS, perubahan bisa tercapai lebih cepat. Tidak perlu menunggu berpuluh tahun, cukup beberapa minggu perdusun sudah 100% BAB di jamban.

Karena itulah maka kami terinspirasi melakukan metode yang sama untuk kegiatan penanggulangan DBD. Kegiatan PSN tidak lagi berdasar instruksi dari atas tetapi benar-benar buttom up. Selama ini PSN lebih banyak dikomando oleh pemerintah atau sektor terkait melalui gerakan yang bersifat top down. Dan ternyata kasus DBD tidak berkurang, malah ada kecenderungan dari tahun ke tahun meningkat. Di jaman di mana masyarakat sudah tidak takut pada penguasa tentunya lebih sulit untuk memastikan masyarakat selalu menuruti instruksi dari atas yang dalam hal ini antara lain instruksi melaksanakan PSN. Karenanya, hanya kesadaran masyarakatlah kunci keberhasilan PSN. PSN serentak tidak mungkin terlaksana berkelanjutan sepanjang tahun kecuali atas prakarsa dari masyarakat sendiri. Dan kita semua tahu kalau sifat serentak dan berkelanjutan sepanjang tahun dalam PSN adalah kunci keberhasilan penggulangan DBD. Itulah mengapa harus buttom up.

Kami percaya bahwa masyarakat desa bisa mengerti dan memahami keadaan dan kebutuhan mereka sendiri. Bahkan mungkin lebih mengerti dari pada petugas kita. Biarkan warga bermusyawarah merencanakannya sendiri, melaksanakan dan menilainya sendiri tentang berbagai upaya yang dianggap perlu. Mereka pasti bisa karena mereka pasti memiliki kapabilitas dan solidaritas untuk itu. Dengan begitu, petugas kesehatan dan dinas lintas sektor tinggal berperan sebagai fasilitator saja.

Program penanggulangan DBD dengan metode pemicuan ala CLTS di Kecamatan Senduro telah dimulai oleh masyarakat tiga dusun endemis DBD di Desa Purworejo, Sarikemuning dan Senduro. Dengan dukungan penuh Muspika dan pemerintah desa kami melakukan pemicuan di ketiga dusun tersebut. Kegiatan dimulai dengan melakukan survey lapangan bersama masyarakat terhadap jentik dan penderita atau mantan penderita DBD kemudian membuat pemetaan bersama. Dengan curah pendapat masyarakat diajak menganalisa bersama mengenai penyebab penyakit, cara penularan, akibat penyakit sampai dampak ekonomi yang ditimbulkan. Juga penting mengajak masyarakat memikirkan bahwa keberadaan jentik di satu rumah tidak hanya membahayakan isi rumah itu saja, tetapi juga membahayakan para tetangganya. Dari situlah pemicuan dimulai. Dengan begitu diharapkan muncul kesadaran bersama bahwa penanggulangan DBD harus dilaksanakan oleh masyarakat secara bersama-sama. Dan mereka sendirilah yang harus memulai dan merencanakan semuanya.

Pemicuan tersebut di atas mirip dengan yang biasa kita lakukan dalam CLTS, yaitu transct walk, pemetaan, analisa partisipatif, pemicuan komitmen masyarakat, pembentukan komite masyarakat, dan seterusnya. Pelaksanaannya sangat praktis, spontanitas, tidak bersifat seremonial, tidak menggurui, tidak memerintah, tidak upper and lower dan murah. Semua terserah masyarakat itu sendiri.

Dari pengalaman pelaksanaan kegiatan di tiga dusun tersebut menunjukkan tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Keterlibatan masyarakat melakukan pemeriksaan jentik berkala meningkat. Ternyata banyak sukarelawan yang bersedia mendukungnya, sehingga kader kesehatan / posyandu tidak lagi sibuk memeriksa jentik dari rumah ke rumah. Bukankah para kader posyandu sudah cukup sibuk dengan program lainnya? Anggota masyarakat biasalah yang kemudian menjadi juru pemantau jentik sukarela, tentu saja harus dibekali skill untuk itu dengan on the job trining. Dalam pemicuan, masyarakat bermusyawarah di antara mereka dalam membuat jadwal pemerikasaan jentik dan kegiatan 3M-plus serta siapa saja personil yang melaksanakannya. Penandaan rumah dilakukan oleh para jumantik sukarela tersebut. Tanda merah disepakati untuk dibubuhkan pada kartu rumah yang ada jentiknya. Kesepakatan-kesepakatan telah tercapai di tiga dusun ini, semuanya mengikat anggota masyarakat seperti yang telah disepakati bersama, termasuk adanya sangsi sosial bagi keluarga yang berturut-turut positif ada jentik.

Setiap pemicuan selalu diikuti pembentukan komite masyarakat, demikian pula dengan program ini. Komite inilah yang kemudian melakukan penggerakan pelaksanaan, pemantauan dan pertemuan evaluasi di tingkat dusun sebulan sekali. Mereka juga menyepakati dan menunjuk siapa yang berwenang mengawasi pelaksanaannya, bisa ketua komite atau tokoh lain yang mereka hormati. Berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan kegiatan, termasuk masalah-masalah yang timbul serta pemecahannya kemudian dibahas dalam pertemuan bulanan yang diselenggarakan oleh komite.

Begitulah Kecamatan senduro melaksanakan pemberdayaan masyarakat untuk menanggulangi DBD melalui pemicuan ala CLTS. Harapan yang ingin dicapai dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan adalah ABJ (anka bebas jentik) >95% dan terjadi penurunan kasus penyakit DBD. Keberhasilan indikator kedua paling cepat dinilai setelah satu tahun pelaksanaan. Mudah-mudahan semuanya berjalan dengan lancar dan berhasil dan bisa direplikasikan ke desa-desa yang lain. Bagaimana dengan pengalaman anda, kita bisa berbagi bukan?

3 komentar:

  1. pak, blog anda bagus . cuman miskin gambar, anda tambahin gambarnya pak, lewat camera digital terus transfer ke blog anda..tambah menarik tuh pak nanti blog anda, tiap aertikel wajib aksih gambar pak.seperti blog saya, terims semoga membantu tips saya ini.

    BalasHapus
  2. Sudah untung ini jadi blog, he-he... Masih baru belajar dari NOL. Nggak ada mentor. Sy setuju, mestinya blog lebih berwarna. Link aja belum ada. Makasih tips-nya, lain kali boleh juga ngajari sy lebih banyak.

    BalasHapus
  3. ga usah sambil pusing sama desain blogny pa . . yang penting isi artikel nya original dan berkualitas dan enak untuk di baca :)

    makasih yah artikel nya . . saya izin copy untuk makalah saya . .

    BalasHapus

Klik di bawah ini untuk melihat daftar semua tulisan saya