Poskesdes (Pos Kesehatan Desa) adalah upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk di desa / kelurahan dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa / kelurahan (selanjutnya disebut desa saja). Tujuan dibentuknya poskesdes adalah untuk mewujudkan masyarakat sehat yang siaga terhadap permasalaahan kesehatan di wilayah desa. Dan menurut SK Menkes No.564/Menkes/SK/VIII/2006 sebuah desa dikatakan desa siaga apabila memiliki ciri utama yaitu adanya poskesdes di desa tersebut.
Fungsi poskesdes adalah:
- Wahana partisipai masyarakat
- Wahana kewaspadaan dini
- Wahana pelayanan kesehatan dasar
- Wahana jejaring UKBM.
Tetapi secara faktual (setidaknya dari curhatnya pelaksana lapangan dari berbagai daerah) poskesdes lebih mewakili peran bidan desa dari pada masyarakat. Karena sebagaian besar operasional poskesdes dikerjakan oleh bidan desa. Jadi bidan desalah (dibantu beberapa kader) yang menjalankan desa siaga. Ekstrimnya malah poskesdes identik dengan bidan desa. Mungkin gedung poskesdesnya yang sebagian dibangun melalui dana anggaran desa lebih dapat diklaim sebagai kontribusi masyarakat. Itupun kenyataannya poskesdes dan bahkan juga poskestren banyak yang dibangun dari dana subsidi juga.
Nah, bagaimana di Kabupaten Lumajang? Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa desa siaga di kabupaten ini adalah yang terbaik. Tidak. Di Karanganyar Jawa Tengah, Solok Sumatra Barat, dan Donggala Sulawesi Tengah ternyata sangat baik. Dan mungkin di berbagai daerah lainnya, termasuk daerah Anda. Judul posting ini saya buat demikian untuk menunjukkan bahwa konsep desa siaga Depkes itu dimaksudkan agar bisa direalisasikan di semua daerah yang tentunya memiliki prakondisi yang berbeda-beda. Lumajang memiliki pra kondisi berupa tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan kesehatan sebagai hasil pelaksanaan gerakan yang disebut gerbangmas sejak tahun 2005. Karena itu maka desa siaga di Lumajang secara riel dikendalikan oleh masyarakat melalui pokja gerbangmas. Itulah yang saya maksudkan dengan satu tingkat lebih maju.
Jadi operasional desa siaga lebih dikendalikan oleh pokja gerbangmas dari pada oleh poskesdes. Untuk menyesuaikan dengan kepentingan desa siaga maka sebagian besar pokja mengganti namanya menjadi forum masyarakat desa siaga. Tetapi keduanya tetap sama, yaitu sebuah kelompok kerja. Nah, poskesdes kemudian lebih berperan memfasilitasi masyarakat dan kader, di samping yankes dasar tentunya.
Kecenderungan di atas terjadi begitu saja secara alamiah. Saya tahu persis karena saya adalah fasilitator desa siaga kabupaten yang sedari awal memang tidak mengkondisikan struktur organisasi dan batasan fungsi forum masyarakat. Kami hanya mendorong semaksimal mungkin masyarakat dapat lebih mandiri dalam mengatasi semua permasalahan mereka sendiri. Dan ternyata secara alami masyarakat telah memilih peran yang lebih aktif. Sekali lagi, mungkin karena sudah terbiasa aktif melalui gerbangmas.
Bahkan Desa Kenongo Kecamatan Gucialit yang merupakan salah satu ikon desa siaga nasional telah menjadi desa siaga dengan profil sedemikian rupa dan kelembagaan yang seperti itu benar-benar lahir murni dari keinginan masyarakat setempat. Waktu itu saya dan tim sekedar memfasilitasi saja. Pada hal pada tataran pembuat kebijakan di pusat dan daerah saat itu masih ada semacam kesimpangsiuran (maaf kalau saya salah). Untunglah Dinkes Lumajang setuju ketika kami membiarkan semua mengalir sesuai apa yang diinginkan masyarakat.
Karena itulah maka hingga sekarang model desa siaga, struktur organisasi, mekanisme pencatatan dan pelaporan sampai masalah teknis operasional berbeda-beda antara satu desa dengan lainnya. Tetapi tetap ada yang sama, yaitu penempatan masyarakat pada posisi penentu dalam hal mengenali masalah kesehatan di desa, membuat keputusan tindak lanjut, melaksanakan kegiatan, hingga monitor dan evaluasinya.
Begitulah, pendapat ini tidak dimaksudkan mewakili sikap Dinkes Lumajang, ini hanya opini saya pribadi. Bila ada pendapat lain silakan tinggalkan komentar sebagai koreksi untuk saya. Terima kasih.
weeeeeeeeeeee bagus pak.....emang jaman bos sebelum sekarang kita dulu semua program sangat tertata, tapi yah gitu..yang bawah kadang ter ponthol ponthol...hihihihihi
BalasHapusMaaf sy tdk akan membandingkan bos satu dg lainnya. Keduanya berkiprah di waktu dan sikon berbeda serta tantangan berbeda pula. Makasih komentnya & tetap semangat. Kok sy jadi serius amat ya?
BalasHapuswah hebat ya dok...............
BalasHapushmm...pak mau nanya...desa siaga di lumajang itu ada berapa banyak? klo desa kenongo tuh masuk desa bina, tumbuh, kembang atau paripurna... makasih
BalasHapusSemua desa sudah siaga, tapi tdk semua paripurna. Kalo Ds Kenongo sudah paripurna. Kenongo itu kan ikon desa siaga Indonesia.
BalasHapusAda 204 desa / kelurahan di Lumajang, semuanya SIAGA. Kenongo masuk strata paripurna. Saat fasilitasi Kenongo menjadi percontohan dan tempat pencanangan desa siaga oleh Pak Wapres (th 2006) saya masih Kepala Puskesmas Gucialit yang membawahi wilayah desa yang bersih dan cantik tersebut
BalasHapusyups, kebanyakan adalah dilakoni bidan desa. harusnya menciptakan masyarakat yang mandiri, mau dan mampu mengidentifikasi masalah kesehatan, tanggap bencana, dll namun ada 'apa-apanya' melalui dan oleh bidan desa. tentunya akan sulit jika hanya dibebankan pada pundak seseorang atau bbrp org. desa siaga adalah kerja besar, kerja bersama yang mutlak menuntut kesadaran masyarakat. dan tugas kita bersama pula untuk menumbuhkan kesadaran tsb.
BalasHapus